Kamis, 18 Juli 2013

Kucing Metro Politan

Kucing Metro Politan
 
‘’Shit... ’’ Rio kesal karena terlambat 1 detik masuk ke dalam Comuter Line jurusan Bogor Jakarta. Rio hanya bisa menatap badan kereta yang berjalan cepat menjauhinya. Andai saja dia bisa cepat sedikit setelah turun dari angkot, pasti ia tak akan tertinggal. Tapi untuk apa berandai-andai semua sudah terjadi, dan kereta itu tak akan mundur lagi untuk menjemput Rio.
 
‘’Mau ke Jakarta ya dek?’’ tanya seorang bapak paruh baya bersafari coklat.
‘’Iya pak, tapi kayanya gak jadi, udah ketinggalan KRL...’’
‘’Loh, kalo mau ke Jakarta bareng saya saja, kita naik kereta Ekonomi. 10 menit lagi tiba.’’
‘’Iya pak terima kasih atas tawarannya.’’ Dengan wajah santun Rio meninggalkan laki-laki bersafari paruh baya
 
itu. Tidak ada niat sedikitpun untuk naik kereta Ekonomi menuju Jakarta ‘’dari pada harus naik kreta Ekonomi lebih baik gagal menghadiri acara bedah buku di Senayan.’’
 
Drett---dreett Hp Rio bergetar.. satu pesan baru dari Raisa.
 
Raisa   : kamu dimana? Aku udah di Senayan J
Rio      : masih di stasiun, nunggu kreta...  L
Raisa   : see you... J
Rio      : see you too...
 
Dalam hati Rio berkata ‘’kacau, kalo udah gini mau gak mau harus ke Jakarta.’’
 
‘’bang, tuker karcisnya, jadi kereta Ekonomi.’’ Rio mendapat kembalian yang lumayan banyak.
 
Rio menatap tak percaya pada kereta api berwarna kuning sudah penuh sesak oleh penumpang, atapnya sudah seperti lautan manusia, dinding-dinding kereta sudah sesak dengan penumpang yang nekat bergelantungan, tak
peduli dengan keselamatan.
 
‘’Jadi naek kreta ekonomi dek?’’ tanya laki-laki paruh baya bersafari lagi.
 
‘’Tadinya iya pak, tapi melihat penumpangnya sudah penuh sesak saya jadi mengurungkan niat.’’
 
‘’Hahahaha.’’ Tawanya terdengar renyah ‘’Ade mau apa ke Jakarta, jika memang urusannya tidak terlalu penting
lebih baik tidak usah.’’
 
‘’Penting pa, acara bedah buku di Senayan.’’
 
‘’Bedah bukunya karya Paramoedya Ananta Toer?’’
 
‘’Iya, bagaimana bapak bisa tahu?’’
 
‘’Saya guru Bahasa Indonesia, saya juga mengutus beberapa murid saya untuk menghadiri acara tersebut.... ayo de, kita naik ke atap!’’
 
‘’Kita naik di Atap pak, kenapa di dalem aja.’’
 
‘’percuma dek, gak akan bisa masuk.’’
 
‘’Gak bahaya pak?’’
 
‘’Insya allah aman dek.’’
 
Rio dengan susah payah akhirnya mendapatkan tempat duduk di atap kereta api, tak pernah terpikir sebelumnya bahua ia akan naik di atap, Rio merasa takut.
 
‘’Nama kamu siapa dek, dari sekolah mana?’’
 
‘’Saya Rio pak, dari SMA Tunas Bangsa. Kalo boleh tau nama bapak siapa dan bapak mengajar di sekolah mana?’’
 
‘’Saya Ahmad, saya mengajar di SMA Bunga Bangsa.’’
 
‘’Bapak kenal dengan Raisa?’’
 
‘’Ya tentu dia murid saya.. Rio kenal juga dengan dia?’’
 
‘’Kenal pak, beberapa kali bertemu di kegiatan bedah buku lain.’’
Perlahan kereta api meninggalkan stasiun dan memecahkan kesunyian di pagi hari. Asap hitam mengepul ke udara, dinginnya udara pagi tak terasa karena terlalu sesak berada di atap kereta api.
 
‘’Owh begitu, Raisa memang aktif dalam kegiatan sastra.’’
 
‘’Pak, kalo boleh saya bertanya. Kenapa bapak lebih memilih naik kereta Ekonomi?’’
 
‘’Tidak ada pilihan lain, mau tidak mau saya harus naik kereta ini.’’
 
‘’Tidak ada pilihan? Bukannya ada kereta KRL yang bisa dijadikan pilihan lain?’’
 
‘’Pilihan ada ketika kita memiliki lebih dari 1 kemampuan. Secara vinansial saya hanya mampu membeli tiket kereta ekonomi ini, pilihan memang banyak tetapi kita di batasi dengan kemampuan. Saya tidak mau memaksakan kehendek lalu merugikan keluarga saya.’’
 
‘’Bagaimana bisa merugikan keluarga hanya karena bapak naik KRL?’’
 
‘’Tidak naik KRL saja di rumah sudah menghemat habis-habisan, apa lagi jika sepeser uang saya yang berharga itu saya belikan tiket KRL bisa kelaparan anak-anak saya.’’
 
‘’Bagaimana tanggapan bakap mengenai penghapusan kereta ekonomi yang akan segera dilakukan oleh pemerintah.’’
 
‘’Jelas saya tidak setuju, bagaimana nasib orang-orang seperti saya jika kereta ini di hilangkan, hampir ribuan masyarakat menggantungan nasib di kereta ini, pedagang asongan, tukan semir sepatu, dan pengamen yang sudah menjadikan kereta ini sebagai sumber kehidupan. Kereta ini 100% berisi masyarakat menengah ke Bawah, jika kereta ini dihilangkan akan menambah rakyat tercekik saja. Terkecuali jika harga KRL sama persis dengan kereta Ekonomi.’’
 
‘’Jika oprasi kereta ini benar-benar di hentikan maka apa yang akan bapak lakukan?’’
 
‘’Entahlah nak, bapak belum memikirkannya sampai kesitu. Saya hanya kucing metropolitan, semakin saya bersuara semakin keras ditendang. Semoga saja Honor bapak di sekolah bisa dinaikan, agar bapak tetap mengajar.’’
 
‘’Bapak masih honorer?’’
 
‘’Yah begitulah, diangkat jadi guru Honor saja bapak sudah senang, sebelumnya bapak hanya petugas perpustakaan.’’
Tak terasa kereta sudah sampai di stasiun Palmerah. Rio segera berpamitan pada pak Ahmad dan mengucapkan terima kasih. Sambil menyusuri stasiun Rio melirik koran pada penjual koran, dan membeli 1 buah koran.
 
Rio berjalan keluar stasiun dan berteriak ‘’Taxiii...’’
 
Mobil taxi berwarna biru itu menghampiri Rio ‘’Kemana de.’’
 
‘’Senayan bang.’’
 
Didalam Taxi Rio membaca Koran itu, beritanya tidak jauh dari pemberentian oprasi kereta ekonomi. Rio kembali teringat dengan Pak Ahmad. Jika kereta itu benar-benar hilang bukan hanya pak Ahmad yang menderita tetapi murid-muridnya juga. Banyak kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya di kereta api itu. Bukan krisis ekonomi saja di negeri ini tetapi krisis Kemanusian...

2 komentar: