Kucing Metro Politan
‘’Shit...
’’ Rio kesal karena terlambat 1 detik masuk ke dalam Comuter Line
jurusan Bogor Jakarta. Rio hanya bisa menatap badan kereta yang berjalan
cepat menjauhinya. Andai saja dia bisa cepat sedikit setelah turun dari
angkot, pasti ia tak akan tertinggal. Tapi untuk apa berandai-andai
semua sudah terjadi, dan kereta itu tak akan mundur lagi untuk menjemput
Rio.
‘’Mau ke Jakarta ya dek?’’ tanya seorang bapak paruh baya bersafari coklat.
‘’Iya pak, tapi kayanya gak jadi, udah ketinggalan KRL...’’
‘’Loh, kalo mau ke Jakarta bareng saya saja, kita naik kereta Ekonomi. 10 menit lagi tiba.’’
‘’Iya pak terima kasih atas tawarannya.’’ Dengan wajah santun Rio meninggalkan laki-laki bersafari paruh baya
itu.
Tidak ada niat sedikitpun untuk naik kereta Ekonomi menuju Jakarta
‘’dari pada harus naik kreta Ekonomi lebih baik gagal menghadiri acara
bedah buku di Senayan.’’
Drett---dreett Hp Rio bergetar.. satu pesan baru dari Raisa.
Raisa : kamu dimana? Aku udah di Senayan J
Rio : masih di stasiun, nunggu kreta... L
Raisa : see you... J
Rio : see you too...
Dalam hati Rio berkata ‘’kacau, kalo udah gini mau gak mau harus ke Jakarta.’’
‘’bang, tuker karcisnya, jadi kereta Ekonomi.’’ Rio mendapat kembalian yang lumayan banyak.
Rio
menatap tak percaya pada kereta api berwarna kuning sudah penuh sesak
oleh penumpang, atapnya sudah seperti lautan manusia, dinding-dinding
kereta sudah sesak dengan penumpang yang nekat bergelantungan, tak
peduli dengan keselamatan.
‘’Jadi naek kreta ekonomi dek?’’ tanya laki-laki paruh baya bersafari lagi.
‘’Tadinya iya pak, tapi melihat penumpangnya sudah penuh sesak saya jadi mengurungkan niat.’’
‘’Hahahaha.’’ Tawanya terdengar renyah ‘’Ade mau apa ke Jakarta, jika memang urusannya tidak terlalu penting
lebih baik tidak usah.’’
‘’Penting pa, acara bedah buku di Senayan.’’
‘’Bedah bukunya karya Paramoedya Ananta Toer?’’
‘’Iya, bagaimana bapak bisa tahu?’’
‘’Saya
guru Bahasa Indonesia, saya juga mengutus beberapa murid saya untuk
menghadiri acara tersebut.... ayo de, kita naik ke atap!’’
‘’Kita naik di Atap pak, kenapa di dalem aja.’’
‘’percuma dek, gak akan bisa masuk.’’
‘’Gak bahaya pak?’’
‘’Insya allah aman dek.’’
Rio
dengan susah payah akhirnya mendapatkan tempat duduk di atap kereta
api, tak pernah terpikir sebelumnya bahua ia akan naik di atap, Rio
merasa takut.
‘’Nama kamu siapa dek, dari sekolah mana?’’
‘’Saya Rio pak, dari SMA Tunas Bangsa. Kalo boleh tau nama bapak siapa dan bapak mengajar di sekolah mana?’’
‘’Saya Ahmad, saya mengajar di SMA Bunga Bangsa.’’
‘’Bapak kenal dengan Raisa?’’
‘’Ya tentu dia murid saya.. Rio kenal juga dengan dia?’’
‘’Kenal pak, beberapa kali bertemu di kegiatan bedah buku lain.’’
Perlahan
kereta api meninggalkan stasiun dan memecahkan kesunyian di pagi hari.
Asap hitam mengepul ke udara, dinginnya udara pagi tak terasa karena
terlalu sesak berada di atap kereta api.
‘’Owh begitu, Raisa memang aktif dalam kegiatan sastra.’’
‘’Pak, kalo boleh saya bertanya. Kenapa bapak lebih memilih naik kereta Ekonomi?’’
‘’Tidak ada pilihan lain, mau tidak mau saya harus naik kereta ini.’’
‘’Tidak ada pilihan? Bukannya ada kereta KRL yang bisa dijadikan pilihan lain?’’
‘’Pilihan
ada ketika kita memiliki lebih dari 1 kemampuan. Secara vinansial saya
hanya mampu membeli tiket kereta ekonomi ini, pilihan memang banyak
tetapi kita di batasi dengan kemampuan. Saya tidak mau memaksakan
kehendek lalu merugikan keluarga saya.’’
‘’Bagaimana bisa merugikan keluarga hanya karena bapak naik KRL?’’
‘’Tidak
naik KRL saja di rumah sudah menghemat habis-habisan, apa lagi jika
sepeser uang saya yang berharga itu saya belikan tiket KRL bisa
kelaparan anak-anak saya.’’
‘’Bagaimana tanggapan bakap mengenai penghapusan kereta ekonomi yang akan segera dilakukan oleh pemerintah.’’
‘’Jelas
saya tidak setuju, bagaimana nasib orang-orang seperti saya jika kereta
ini di hilangkan, hampir ribuan masyarakat menggantungan nasib di
kereta ini, pedagang asongan, tukan semir sepatu, dan pengamen yang
sudah menjadikan kereta ini sebagai sumber kehidupan. Kereta ini 100%
berisi masyarakat menengah ke Bawah, jika kereta ini dihilangkan akan
menambah rakyat tercekik saja. Terkecuali jika harga KRL sama persis
dengan kereta Ekonomi.’’
‘’Jika oprasi kereta ini benar-benar di hentikan maka apa yang akan bapak lakukan?’’
‘’Entahlah
nak, bapak belum memikirkannya sampai kesitu. Saya hanya kucing
metropolitan, semakin saya bersuara semakin keras ditendang. Semoga saja
Honor bapak di sekolah bisa dinaikan, agar bapak tetap mengajar.’’
‘’Bapak masih honorer?’’
‘’Yah begitulah, diangkat jadi guru Honor saja bapak sudah senang, sebelumnya bapak hanya petugas perpustakaan.’’
Tak
terasa kereta sudah sampai di stasiun Palmerah. Rio segera berpamitan
pada pak Ahmad dan mengucapkan terima kasih. Sambil menyusuri stasiun
Rio melirik koran pada penjual koran, dan membeli 1 buah koran.
Rio berjalan keluar stasiun dan berteriak ‘’Taxiii...’’
Mobil taxi berwarna biru itu menghampiri Rio ‘’Kemana de.’’
‘’Senayan bang.’’
Didalam
Taxi Rio membaca Koran itu, beritanya tidak jauh dari pemberentian
oprasi kereta ekonomi. Rio kembali teringat dengan Pak Ahmad. Jika
kereta itu benar-benar hilang bukan hanya pak Ahmad yang menderita
tetapi murid-muridnya juga. Banyak kepala keluarga yang menggantungkan
hidupnya di kereta api itu. Bukan krisis ekonomi saja di negeri ini
tetapi krisis Kemanusian...
mantappp..
BalasHapusthanks a lot udah mampir...
BalasHapus